Makin lama Islam makin terasing. Sebagian umat
Islam hampir tak mengenal lagi mana ajaran agama dan mana yang bukan. Sedangkan
para musuh Islam senantiasa melancarkan aksi untuk menggempur kekuatan kaum
muslimin dengan hebatnya. Salah satu caranya adalah menjauhkan kaum muslimin
dari syari’at Islam sedikit demi sedikit.
Dan di antara salah satu syari’at yang kami
maksud di atas adalah syari’at memanjangkan jenggot bagi kaum lelaki. Sungguh
kita telah mengetahui bersama bahwa di Indonesia atau bahkan di belahan
bumi lainnya, mayoritas kaum muslimin agak risih dengan yang namanya jenggot.
Bila ada lelaki yang berjenggot maka pikiran sebagian kaum muslimin akan
langsung terbayang dengan bom dan ledakan-ledakan teror lainnya, yang
kesemuanya itu, bila kita teliti lagi hanyalah sebuah konspirasi yang dilakukan
oleh orang-orang barat terhadap Islam.
Maka dari itu, dengan tulisan ini kami ingin
memberikan sebuah wacana baru mengenai jenggot yang melulu diidentikkan dengan
kejahatan dan kekerasan. Allahul Musta’an
Definisi Jenggot
Dalam bahasa Arab jenggot disebut dengan al-Lihyah.
Ibnu Sayyidihi mengatakan: “(Jenggot adalah) suatu ungkapan yang mencakup nama
rambut yang tumbuh di sekitar pipi dan dagu”
Hukum Memanjangkan Jenggot
Menurut hadits-hadits yang telah datang dari
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dari berbagai jalur, dapat
disimpulkan bahwa hukum memanjangkan jenggot bagi lelaki adalah wajib. Salah satunya sebagaimana yang
telah shahih diriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu’anhuma bahwa
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda: “Selisihilah
orang musyrik, cukurlah kumis dan lebatkanlah jenggot!”
Dari hadits di atas dan yang semisalnya dapat
disimpulkan bahwa perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam di
atas adalah wajib. Sebab semua perintah itu pada asalnya
menunjukkan wajib, menurut pendapat yang paling kuat. Jadi, kita tidak boleh
memotong jenggot sebab Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah
memerintah kita memanjangkan dan membiarkan jenggot tumbuh lebat.
Mengapa Laki-Laki Harus Memanjangkan
Jenggot ?
Seorang laki-laki seharusnya mengetahui alasan
mengapa dia memanjangkan jenggot. Di bawah ini akan kami sebutkan beberapa
alasan yang tepat:
1. Karena ingin ikut menghidupkan sunnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam
Zaman kita ini –sebagaimana telah disebutkan
tadi- adalah zaman keterasingan. Secara tidak langsung, jika kita menghidupkan
sunnah jenggot maka kita juga akan mendapatkan gelar sebagai salah satu
penghidup dan pembela sunnah.
2. Sebagai pembeda antara kaum Adam dan
Hawa serta menambah kewibawaan
Diantara hikmahnya, Allah subhanahu wa ta’ala
membedakan antara lelaki dan wanita dengan jenggot. Allah memberikan jenggot
untuk lelaki supaya ia tambah berwibawa dan perkasa dihadapan wanita sebab
laki-laki adalah pengayom wanita. Lantas Allah subhanahu wa ta’ala
tidak memberikan jenggot kepada wanita supaya wanita tambah sempurna dalam hal
kecantikan parasnya tanpa harus diganggu dengan tumbuhnya rambut di wajah.
3. Mengikuti para nabi yang juga
berjenggot
Semisal Nabi Harun ’alaihissalam
saudaranya Nabi Musa ’alaihissalam:
Harun menjawab: ”Hai putra ibuku, janganlah
kamu pegang jenggotku dan jangan (pula)
kepadaku….”.(QS. Thoha (20):94)
4. Sesuai dengan fitrah manusia
Sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
”Sepuluh hal yang termasuk fitrah: yaitu merapikan kumis dan melebatkan
jenggot….” (HR. Muslim:261)
Ragu-Ragu Berjenggot ?
Dalam menghidupkan sunnah jenggot yang terancam
punah ini, ada saja orang-orang yang mengaku muslim enggan memanjangkan
jenggotnya hanya dengan bersandar pada alasan-alasan yang rapuh:
- Banyak orang kafir sekarang yang berjenggot
- Hukumnya kan hanya sunnah
- Yang penting iman yang di dalam hati, bukan masalah yang lahiriah semisal jenggot.
Jawabannya:
- Memanjangkan jenggot bukan hanya karena kita ingin menyelisihi orang kafir, bahkan ia adalah termasuk fitrah sebagaimana di dalam hadits riwayat Muslim (di atas). Kebanyakan orang Yahudi dan Majusi atau Nashrani sekarang tidak memanjangkan jenggot mereka. Dan yang terakhir, jika Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan suatu perintah dengan didasari suatu sebab kemudian sebab itu hilang maka perintah itu jika mencocoki fitrah manusia atau menunjukkan syi’ar Islam, perintah tadi tidak dibatalkan. Seperti syariat roml (lari-lari kecil) dalam haji pada asalnya adalah untuk memperlihatkan kepada kaum musyrikin kekuatan muslimin yang telah dihina dan dianggap lemah oleh mereka karena terserang demam Madinah[7].
- Lagi-lagi, ketika kita menjelaskan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ada saja sebagian orang mengatakan: ”Ah, itu kan hanya sunnah, kalau ditinggalkan tidak mengapa !”……..Subhanallah! jika itu memang benar-benar sunnah, apakah sikap seorang muslim sejati yang mengakui Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam adalah panutannya dalam kalimat syahadat yang ia ikrarkan? Manakah pengakuan itu ? Ataukah hanya sebagai formalitas ? seandainya kita ada di hadapan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lalu beliau mengatakan: ”Panjangkanlah jenggot!”, beranikah kita mengatakan kalimat tadi kepada beliau ? jika tidak berani semasa hidup lantas apakah kita akan mencobanya ketika beliau telah wafat ?!
- Saudara yang mulia, ingatlah pembahasan bulan lalu[8] tentang taqwa yanga da di hati ? bukankah jika hati seseorang benar-benar bertaqwa niscaya akan tampak pada amalan lahiriyahnya ? lantas manakah klaim yang mengatakan bahwa yang penting iman yang ada di hati, bila amalan lahiriah disepelekan ? justru kalau begini malah bisa dibilang sebaliknya.
Berjenggot tetapi bukan karena meniru Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam
Klo gini niatnya nyontoh Nabi
atau karena sekedar Gaya-gayaan ya?
Walaupun jenggot mengalami masa keterasingan,
ternyata kalau kita lihat ada saja di antara kawula muda zaman ini yang
berusaha dengan sunguh-sungguh memelihara jenggotnya. Namun, apakah yang mereka
lakukan itu akan membuahkan pahala ? Untuk menjawabnya tentu harus dilihat
dahulu apa motif yang melatarbelakangi perbuatannya itu.
Hendaknya diketahui bahwa kadangkala perbuatan
yang asalnya disyari’atkan jika kita kerjakan terkadang kita tidak mendapat
pahala, bahkan ada yang sampai mendapat dosa! Mengapa sampai demikian? Itu
gara-gara niat yang salah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebenarnya
telah memberi permisalan yang bagus sekali tentang hal ini dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Imam Muslim rahimahumullah[9]
Tentang orang yang berhijrah. Salah satunya menginginkan Allah subhanahu wa
ta’ala dan Rasul-Nya, sedangkan yang lainnya menginginkan dunia maka yang
akan dia dapatkan hanya dunia saja. Bahkan dalam jihad beliau juga menerangkan
ada di antara mujahid yang berperang namun malah mendapat neraka. Apa sebabnya?
Tidak lain hanyalah salah niat!
Masalah merapikan jenggot
Dalam masalah ini ada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi[10]:
”Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memotong bagian bawah dan samping
jenggotnya”. Namun, hadits tersebut maudlu’ (palsu) sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam adh-Dho’ifah: 1/456-457[11]
Sementara itu, ada atsar yang disebutkan
oleh al-Bukhori rahimahullah bahwa Ibnu Umar radliyallahu’anhuma
–salah seorang yang meriwayatkan hadits perintah memanjangkan jenggot- memotong
jenggotnya bila telah melebihi satu genggam ketika selesai haji atau umroh.
Menyikapi atsar tersebut, ulama telah terbagi menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama mengatakan
bahwa perbuatan periwayat hadits jika menyelisihi hadits yang telah ia
riwayatkan maka yang dijadikan sandaran adalah apa yang diriwayatkannya[12].
Pendapat kedua mengatakan bahwa
Ibnu Umar –sebagai orang yang meriwayatkan hadits tersebut- tentu lebih
mengetahui maksud dari apa yang telah beliau riwayatkan[13].
Pendapat yang paling mendekati kebenaran
–Allah-lah yang lebuh tahu- adalah pendapat yang pertama sebab lebih sesuai
dengan nash hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana
yang telah dikatakan juga oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim:
1/490[14].
Namun demikian, kita tidak boleh menjadikan malasah ini sebagai bahan celaan
bagi saudara kita yang mengambil (merapikan) jenggotnya melebihi satu genggam,
karena dalil yang mendasari pendapat mereka juga kuat. Wallahu’alam semoga
bermanfaat.
Abu Usamah al-Kadiri
[1]
Bagi para pembaca yang ingin memperluas pembahasan ini kami anjurkan untuk
merujuk buku yang telah ditulis uleh Ustadzuna Abu Ubaidah as-Sidawi
hafizhahullah yang berjudul “Bangga Dengan Jenggot”, terbitan Pustaka
an-Nabawi, Surabaya.
[2]
Lisanul Arab karya Ibnu Manzhur: 15/243, Lihat juga Fathul Bari: 10/430
[3]
HR. Bukhori:5892 dan Muslim: 260
[4]
Lihat Manzhumah Ushul Fiqh wa Qowa’idihi
[5]
Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz Kumpulan Muhammad Sa’ad Suwai’ir: 8/376
[6]
Lihat Miftah Daris Sa’adah karya Ibnul Qayyim:2/215
[7]
Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu Utsaimin: 11/128
[8]
Pada Buletin al-Furqon Vol. 12 No. 1. Robi’ul Akhir 1430 H, yang insyaAllah
akan kita posting untuk kedepannya. Di dalamnya disampaikan perkataan Ibnul
Utsaimin: “Jika hati seseorang benar-benar bertaqwa makan akan muncul darinya
amalan anggota badan. Sebabnya, permisalan hati bagi anggota badan adalah
layaknya seorang raja dan para rakyatnya. Bila raja itu baik maka rakyatnya
juga akan baik, begitu juga kebalikannya.” (Syarah al-Arbai’in an-Nawawiyyah:
370)
[9]
HR. Bukhori: 1, Muslim: 1907, lihat juga tentang keterangan hadits di atas oleh
Syaikh Utsaimin dengan sangat bagus dalam syarah al-Arba’in an-Nawawiyyah:13
[10]
HR. at-Tirmidzi:2762
[11]
Lihat juga dalam Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz: 8/368, 374.
[12]
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa beliau:
8/370
[13]
Seperti yang telah diriwayatkan dari Imam Ahmad dalam salah satu masa’il beliau
dari Ibnu Hani’ (Badai’ul Fawa’id: 4: 1430-1431) dan al-Albani dalam footnote
silsilah al-Hadits adh-Dho’ifah: 1/457
[14]
Lihat juga dalam shohih Fiqh Sunnah karya Abu Malik Sayyid Salim : 1/102-103