Allahuma shalli ala Muhammad

Home » » Sesungguhnya Amal Perbuatan itu Tergantung Dari Niat

Sesungguhnya Amal Perbuatan itu Tergantung Dari Niat

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan “Innama al-a’mal bi al-niyat: Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya. Hadis ini sangat populer dikalangan muslim. Tanpa sebuah niat maka nilai sebuah perbuatan akan berbeda. Contohnya berwudhu, bila tanpa disertai niat wudhu maka yang dilakukan sama saja dengan membasahi bagian tubuh dengan air seperti halnya mandi atau basah karena tercebur disungai atau basah karena kehujanan.


Sunan Bonang pernah memberikan wejangan tentang niat kepada para muridnya. Termasuk kepada Sunan Kalijaga. Bunyinya :

“Hei Muridku, niat itu lebih utama dari amalan yang banyak. Niat itu bukan bahasa maupun suara. Niat itu untuk melakukan tindakan yang ada di dalam pikiran. Sesungguhnya yang disebut niat itu bukan pada niatnya, tetapi niat untuk melakukan tindakan yang terungkap. Kalau hanya niat, maka niat sembahyang tiada bedanya dengan niat merampok.”

Maka yang dimaksud dengan niat itu adalah kehendak untuk melakukan sesuatu. Merupakan dorongan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu. Karena itu niat bukan berupa bahasa atau suara. Artinya niat bukan hanya sebatas ucapan, baik itu ucapan dimulut atau dalam hati. Kalau hanya sebatas ucapan dimulut atau dalam hati, maka itu sama saja antara mengucapkan niat bersembahyang maupun merampok. Niat yang demikian, jelas tidak lebih utama daripada perbuatan.

Niat adalah sebuah tekad. Bilamana anda hendak melakukan sembahyang, sholat atau akan menjalankan ritual puasa, niat memiliki peran yang penting. Bukan sekedar menghafal dan mengucapkan lafal kalimat niat yang berbunyi seperti ini-seperti itu. Bukan seperti itu yang dimaksud dengan niat. Tetapi niat adalah sebuah kehendak untuk melakukan sesuatu yang sudah digagas dalam pikiran. Niat yang sudah direncanakan dan dimantapkan dalam pikiran. Kemudian diwujudkan dalam tindakan amal perbuatan sesuai dengan gagasan yang telah direncanakan.

Misalnya anda telah berniat ritual puasa Mutih 3 hari 3 malam, maka penuhi ritual tersebut atau gagal sama sekali. Tidak bisa ditengah-tengah kemudian bebas makan apa saja (diluar Mutih) dengan berdalih berbagai alasan, kemudian mengatakan telah melakukan ritual Mutih. Maka bilamana memang belum sanggup, maka tata kembali niatnya.

Adapun tentang lafal niat, itu hanya untuk mempermudah saja. Bukan sesuatu yang mutlak harus demikian bunyinya. Boleh saja memakai bahasa apa saja, bahkan hanya sebatas ucapan dalam hati. Sebab inti niat bukan pada lafalnya. Maka jangan terjebak dan dipusingkan dengan lafal niat. Nanti malah tidak segera beramal / bertindak, hanya sibuk mikir lafal niat.

Niat disebut lebih penting daripada amalan yang banyak, bila niat itu merupakan kehendak untuk melakukan sesuatu yang sudah digagas dalam pikiran. Niat semacam inilah yang membedakan perbuatan bajik dan perbuatan jahat. Niat semacam inilah yang disebut dalam hadis : “Niyyatu al-mu’mini khairun min ‘amalihi: Niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya.

Dalam memahami hadis tersebut ada 2 syarat yang harus ada. Yaitu Niat dan Amal. Karena ada juga orang yang salah memahami dan berkata “Kalau begitu lebih baik berniat saja, tidak perlu beramal (berbuat)“. Padahal hadist ini jelas dinyatakan ada amal, ada tindakan. Contoh ada 2 orang yang bersedekah. Orang pertama seorang pegawai biasa berpenghasilan 500 ribu perbulan. Orang kedua seorang Milyader berpenghasilan 1 Milyar perbulan. Keduanya bersedekah, orang pertama bersedekah 10 ribu, sedang sang kaya / Milyader bersedekah 100 ribu. 

Jika dilihat dari segi banyaknya uang, tentu amalan si kaya akan lebih besar nilainya daripada si pegawai biasa. Tetapi bila dilihat dari segi niat, mungkin saja nilai di sisi Tuhan yang diperoleh si pegawai lebih banyak dari pada si kaya. Sebab si pegawai memberikan uang sisa yang ada pada dirinya setelah dipotong untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan hidupnya ia masih berusaha menyisakan uang untuk bersedekah. Sedangkan si kaya hanya memberikan 1/10.000 dari lebihan uang dimilikinya. Niat si pegawai bersedekah dengan segenap yang dimilikinya, sedangkan si kaya hanya menolong dari sebagian kecil yang dimilikinya. Dengan memahami kenyataan demikian ini, kita paham bahwa niat lebih utama daripada amalan (perbuatan).
Demikian pula dalam menjalankan ritual puasa. 

Ada 2 orang yang dikurung dalam tempat yang gelap:

Orang yang Pertama adalah seorang narapidana yang masukan dalam sel penjara yang sangat gelap dan tidak diberi makan 1 minggu. Sedangkan orang kedua adalah seorang pertapa, yang ritual mengurung diri di ruangan gelap atau goa, juga tidak makan-minum selama 1 minggu. 

Keduanya sama-sama menjalani kondisi yang sama, tidak makan-minum dan berada di tempat yang gelap. Tetapi hasil yang dirasakan oleh kedua orang tersebut bisa berbeda. Mungkin si narapidana setelah keluar dari sel tersebut kondisi dirinya semakin payah dan mungkin sudah sekarat. Sedangkan si pertapa, meski badannya lemah tetapi pancaran hidupnya (aura) semakin tajam dan terang. 

Niat dalam sebuah amal perbuatan (tindakan) memang memiliki peran yang besar.  Tanpa sebuah niat, apa yang anda lakukan selama berpuasa (tidak makan-minum), sama saja dengan orang tidak makan-minum karena kelaparan. Tanpa sebuah niat, apa yang anda lakukan selama ritual tidak tidur (melek) akan sama saja dengan begadang. Tanpa sebuah niat, amal perbuatan bisa jadi tidak bernilai, tiada memberi faedah (manfaat), hanya membuahkan sia-sia. Tentunya niat bukan sekedar niat. Tetapi wujud nyata dari kehendak pikiran dan hati.

Semuanya hanya Allah yang tahu dan manusia hanya menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya



Written by : Al-Qur'an

Welcome to arkada??m Ningrat:

Semoga Saya dan Sahabat Belajar Mengkaji Al-Qur'an Okuma Tebrikler

Comment

Blog Ningrat. Diberdayakan oleh Blogger.
We can check your plugins and stuff